Superbank

Kebijakan APU PPT

Lembaga keuangan, khususnya perbankan, sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang dan/ atau pendanaan terorisme, karena pada bank tersedia banyak pilihan transaksi, produk dan jasa. Melalui berbagai pilihan transaksi, produk dan jasa tersebut, perbankan dijadikan pintu masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana/ pendanaan kegiatan terorisme dan proliferasi senjata pemusnah massal ke dalam sistem keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku kejahatan.

Selain itu bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai anggota dari Perserikatan Bangsa Bangsa ikut bertanggung jawab atas perdamaian dunia, antara lain melalui pelaksanaan Revolusi Dewan Keamanan PBB mengenai pencegahan proliferasi senjata pemusnah massal yang mewajibkan untuk melakukan pemblokiran serta merta atas dana yang dimiliki atau dikuasai oleh orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam daftar pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, dalam pelaksanaannya ditetapkan Peraturan Bersama Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Kepala Badan Pengawas Nuklir tentang Pencantuman Identitas Orang atau Korporasi Dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal dan Pemblokiran Serta Merta Atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum Dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.

Tujuan kebijakan dan Prosedur Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme adalah:

  1. Untuk memberikan gambaran secara umum mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang dapat digunakan sebagai acuan bagi Bank.
  2. Memberikan pemahaman yang sama kepada Bank atau pihak lain yang terkait dalam penanganan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, serta melakukan penyesuaian dengan memperhatikan karakteristik bidang usahanya dan ketentuan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.
  3. Meningkatkan efektifitas pada Bank dalam melaksanakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

Adapun risiko yang dihadapi Bank adalah:

  1. Risiko Reputasi Risiko ini didefinisikan sebagai potensi bahwa publikasi yang merugikan tentang praktik bank akan menyebabkan Bank kehilangan kepercayaan. Risiko Reputasi ini menghadirkan ancaman besar bagi bank, karena sifat dari bisnis bank yang membutuhkan kepercayaan depositor, kreditor, dan pasar secara umum.
  2. Risiko Operasional Risiko ini didefinisikan sebagai risiko yang terjadi dari hasil proses internal/ orang/ sistem/ kejadian external yang gagal atau tidak mencukupi. Risiko operasional dalam APU & PPT berhubungan dengan kelemahan implementasi dari program bank, pengendalian prosedur yang tidak efektif dan kegagalan dalam menjalankan due diligence.
  3. Risiko Hukum Risiko hukum dapat terjadi apabila Bank tidak melakukan prinsip kehati-hatian dan melanggar ketentuan anti tipping off dalam melakukan hubungan usaha dengan Nasabah/ pihak lain. Dan Risiko hukum ini juga terkait dengan denda-denda dan teguran dari BI maupun PPATK dalam pelaksanaan APU & PPT.
  4. Risiko Konsentrasi Risiko Bank ini dapat terjadi pada Nasabah perorangan atau perusahaan yang mempunyai dana besar, serta mempunyai keterkaitan dalam kepengurusan atau kepemilikan pada Bank. Risiko konsentrasi dapat dihindari oleh Bank dengan melakukan due diligence dalam hubungan dengan Nasabah/ debitur sehingga bank dapat mengenali Nasabahnya dengan baik, dengan berfokus pada total dana yang dihimpun atau terhadap total kredit yang diberikan oleh Bank.

Oleh karena itu maka dipandang perlu untuk menyusun suatu ketentuan internal dalam rangka meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko di seluruh tingkatan organisasi Bank dalam penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU PPT).

Unduh Dokumen